Tampilkan postingan dengan label Identitas Sumba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Identitas Sumba. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Desember 2018

Buletin OSA | JERITAN 'DARAH'


#buletinOSA 
JERITAN DARAH. 



KITA UNTUK KITA/SAYA UNTUK KITA
KITA UNTUK SEMUA/SAYA UNTUK SEMUA
KITA UNTUK MEREKA/SAYA UNTUK MEREKA
Saya berharap, pada akhirnya pembaca akan mengerti arti 3 point diatas setelah membaca pikiran kritis saya. 
Tulisan kritis ini terlepas dari pukul 07.00 - 15.00 witeng.Tulisan kritis ini terlepas dari pakaian keki, pakaian korpri, pakaian hitam putih, pakain motif saya,  mohon dicatat. Saya menulisnya dalam ji

ian hari sabtu dan minggu dengan tetap di bawah sayap gogali yang menoleh ke kanan.
Tapi tidaklah juga sepenuhnya terlepas dari point2 diatas, sedikit tidaknya pikiran ini juga lahir dari proses lima hari kerja bersama point2 diatas. Saya hanya mengambil kebebasan untuk menulis ini dari sudut lain. Mohon maaf bagi yang akan terkena tulisan ini. 
Bagi 3 kabupaten tetangga,mohon maaf, sy tidak sedang menjadi orang yang anti Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Timur, sekali lagi TIDAK. Saya sedang bernyanyi untuk TANA WAIKANENA LOKU WAIKALALA. 
SUMBA TENGAH itu, didalamnya ada apa?


Ada masyarakat, ada pemerintahan, ada alam, ada tradisi, ada budaya, dst.. You know lah. 
Lantas, ada juga pembeda2 yang dikaryakan untuk menunjukkan ke-SUMBA TENGAH-an pada DUNIA LUAS di jaman serba Internet ini. 
Saya, au, kita harus menjadi apa dalam hal ini? Atau SUDAH menjadi apa?? 
Saya memaksakan diri untuk menjadi pemerhati konyol yang sakit hati melihat 'ketertinggalan'  kita di era google (googling) ini. 
Ini sy menulisnya dengan 100% idealis sebagai kewajiban dan hak telah menjadi bagian Sumba Tengah untuk Sumba Tengah dan Sumba(jangan dipikir terbalik ya), hehe. 
Sumba Tengah memang Sumba Tengah, tapi bagi saya sepenuhnya juga yakin bahwa orang yang menyebut dirinya sebagai orang Sumba Tengah belum 100% meyakinkan dunia luar bahwa dia adalah orang Sumba Tengah. Iya... 
Sudahkah kamu tahu dan sudah dilekatkan dalam dirimu? Seberapa besar? Semilitan pikiran 12 tahun lalu? Segampang jaman now..? Pikir dulu.......... Renung dulu........ 
Sekarang, menurut saya pulau Sumba sedang menuju masa-masa HEBAT dengan pariwisatanya, dengan keunikan alamnya, dengan boomingnya aneka kehebatan2 lain. (medsos sudah buktikan itu semua) Eits jangan senang dulu bro, 
trus dari Sumba Tengah apa yg kamu lihat di medsos?? Berapa banyak?? Apa yang kamu banggakan dari Tana Waikanena ini di medsos milikmu? Berapa kali au posting tentang KEKAYAAN Tana Ma Paihi ini? 
Lantas, au bilang au orang Sumba Tengah? BIG NO untuk itu.. Sungguuuuuu.. 
Au dan kita malah bangga pamer di medsos tentang KEKAYAAN saudara kita di 3 kabupaten lain. Itu menyedihkan bagi saya, menyakitkan. 

SAYA? Jangan au tanya, sa sudah membuat dan menciptakan pembeda dengan gaya saya, dengan uang saya, dengan style saya, dan sudah terbukti menjadi salah satu pembeda di Pulau Sumba. 
Silahkan googling dengan kata kunci Sanggar OSA, OSA online, elson umbu riada, elson osa, OsamuethniC, dll yg anda pernah dengar tentang saya. 
Je oli.. Kita terlalu sibuk mencari uang untuk keluarga kita, kita terlalu lelap dalam ke-PULAU SUMBA-an sampai lupa mendalami rasa fanatik sebagai orang Sumba Tengah yang wajib pamerkan ke Sumba Tengah an pada dunia luas dengan cara2mu sendiri. 
ANAK MUDA... 
Mengapa anak muda, karena anak muda yang masih punya banyak waktu dan tenaga. 
Kamu sekarang apa yg au buat? Hanya sibuk kerja cari uang banyak, trus pi selpi2 di tetangga dengan bangga?
Hanya duduk tangede sambil liat youtube tentang 3 saudara kita? 
Hanya posting foto selpi kumpul2 katawa
Hanya posting Matayangu, maloba, aili, jalan baru Mamboro,.. 
Tir ada pikir untuk cari spot baru di SumTeng ko? 
Jangan salahkan kondisi kini, bahwa kita memang masih sebatas melihat dan hanganga atas kesuksesan 3 saudara kita dengan aneka kekayaannya dari pelbagai unsur yang dimilikinya. 
Berapa anak muda yang komit untuk eksplore Sumba Tengah dengan caranya? 
Mau tir mau memang kita harus PUNYA RASA MALU untuk itu, sebab kita sendirilah yang telah meninggalkan masa tir enak pada TANA WAIKANENA dan generasi setelah kita. KITA HARUS MALU ango.. Lappaaahhhh.. 
Ayoooooooo.. Kita bisa
Salah satu point kritis saya disini juga adalah, DALAM BERBUSANA ADAT dan MOTIF kita. 

Tatinggal jauh ju kalo masalah ini. 
... PAHAMI INI E, supaya jangan salah tafsir tentang ini...  Kita harus BANGGA pada peninggalan masa lampau yang kita nikmati sekarang ini, khususnya dalam point busana daerah. NAH, namun kita ju blum sdikit sadar bahwa kita sudah Sumba Tengah sejak 12 tahun lalu. Nah, dalam 12 tahun usia kita ini kan telah ada PEMBEDA2 baru yang telah diciptakan untuk MENJADIKAN KITA BENAR2 SUMBA TENGAH YANG PUNYA NILAI BARU YANG HEBAT,. 
Hallooo..... Su ada MOTIF KHAS SUMBA TENGAH oleeeeeee... Kainnya, sarungnya, pakaian motifnya..su ada UNTUK MENJADI PEMBEDA. JELAS BAHWA WARNA DASAR UNTUK SEMUANYA ITU HANYA HANYA COKELAT, PUTIH dan HITAM. TIR ADA WARNA2 LAIN. ITU PEMBEDANYA.. Anda bilang motif Sumba Tengah tapi dengan warna dasar biru, merah, ungu..maka itu tetap JELAS BUKAN BAGIAN DARI KHAS SUMBA TENGAH. 
Bagi bapak2 Pejabat, sudah berapa yang punya itu, atau setidaknya sudah punya niat untuk pesan itu? Kayaknya belum sampai belasan orang (maaf kalau saya salah) yang punya kain/sarung/kain baju khas Sumba Tengah. 
SEHARUSNYA kita perlahan gugurkan rasa kebanggaan kita pada kain kombu (maaf) bila kita memang mau membangun TANA WAIKANENA LOKU WAIKALALA ini, bolehlah digunakan tapi prosentasinya seharusnya mulai dikurangi sejak 2013 saat DINAS KOPERINDAG mensosialisasikan MOTIF KHAS SUMBA TENGAH HASIL SAYEMBARA. 
KITA semua dari segala lini HARUS BENAR2 100% BERSUMBA TENGAH di segala sisi sesuai jaman now dalam membangun TANA WAIKANENA LOKU WAIKALALA tercinta ini. 
Sekian jeritan darah saya untuk BUMI GOGALI TERCINTA.


Selasa, 23 Mei 2017

Kata 'LAHU' dan 'TALLI' dari sudut pandang yang berbeda

Maaf, kata 'LAHU' DAN 'TALLI' dari sudut pandang yang berbeda khusus untuk daerah Anakalang dan sekitar. 
Oleh ELSON UMBU RIADA, ST






Saya coba mengulas ini sebagai sesuatu hal yang biasa saja agar menjadi pencerahan opini berpikir sesaat. 
Sebagai OSA_Orang Sumba Asli, kedua kata itu sudah menjadi bagian kehidupan kita sehari2 dalam ber-Sumba khususnya di wilayah Anakalang dan sekitar ataupun Sumba pada umumnya. Kedua konsonan kata itu adalah sebuah 'syair kehidupan' yang menjadi identitas tersembunyi dan tak tertulis oleh pensil dan kertas. Mengapa? Karena itu adalah bagian tak terpisahkan dari bahasa sehari2 sejak adanya bahasa (menurut cerita). 
Saya tidak mengulas asal-muasal kedua kata itu. Hehe... 
Kata Lahu Dalam bahasa Indonesia dialek Sumba dikenal sebagai 'Lasu'. Sedangkan kata Talli tetap. 
Secara harfiah, Ini adalah kata makian yang ditujukan untuk kaum lelaki/wanita Sumba keseluruhan. 
Seiring perkembangan waktu, kata ini tidak lagi hanya menjadi makian dilihat dari situasi suasana pembicaraan.. 

- Sebagai Identitas

Teman, Bila di suatu tempat yang jauh dari Pulau Sumba, kita mendengar kedua kata itu diucapkan maka dengan jelas kita tahu bahwa orang yang mengucapkan itu adalah orang Sumba atau yang pernah tinggal di Sumba. 

- Sebagai Pemanis di Lidah, 
Kata ini bisa menjadi pemanis untuk mencairkan suasana dalam keakraban antar sahabat berbicara. 
Tapi biasanya pengucapannya di iringi senyuman tulus dan sekitar juga ikut tersenyum.

-Sebagai Sapaan akrab, 
Ini juga biasanya dipakai saat kedua sahabat bertemu dalam suasana yang cair. Tapi biasanya hanya bagi mereka yang sudah soulmate. Tapi ini memang sedikit situasional. 
Hehe, ini yg memang unik juga dan pernah saya lakukan saat masih duduk di bangku SLTA, setiap teman akrab saya tak pernah namanya dipanggil, melainkan diganti dengan kata 'lahu', kemudian disambut juga dengan kata yang sama oleh teman akrab saya. 
Sedangkan bagi kaum wanita, biasa menggunakan kata 'telle' sebagai bahasa akrab. 

Pada point ini, memang kebanyakan dipakai oleh remaja-remaja. 

- Sebagai Pemanis kata-kata
Saat bercerita atau bicarakan tentang 1 hal tertentu, dalam menyebutkan apapun selalu ditambahkan kata 'lahuna', dengan menambahkan akhiran 'na'  sebagai penunjuk pada objek yg dibicarakan. misalnya :
~"ga dumu uruhu nuttuya na mottur 'lahuna/talina'? , ngodu pakka yayyu" (ngapain urus mobil itu, ayo duduk sini dulu?) bisa dalam suasana melucu. 
~"bollu ya pakka ya ya, na sinyal 'lahuna/talina'  (ah, sinyal ini sangat bermasalah), dalam suasana santai atau menggerutu. 
Dan lain lain,...
Pada contoh2 diatas, biasanya suasana bisa menjadi lucu. 

- Sebagai sumber amarah
Kedua kata itu bila diucapkan pada suasana yang tidak harmonis, maka itu bisa menjadi awal perkelahian dan perpecahan. Sebab inilah yang disebut sebagai maki.

Jadi, kedua kata itu bisa berubah menjadi apa saja pada kondisi tertentu. 
Namun, hal yang tabu adalah ketika makian ini diucapkan/ditujukan pada orang yang lebih dewasa. 

Maaf, saya tidak bermaksud apa2. Hanya ingin menulis tentang dua kata ini dari sudut pandang yang berbeda,dari sudut pandang saya sendiri. 
Mungkin masih ada yang lain. Silahkan ditambahkan. 

Saya sendiri sudah belasan tahun tak pernah ucapkan 2 kata itu dalam kondisi apapun, entahlah... Hehehe.. Aneh juga, tp mencoba pun saya tak brani.. Hehe

Semoga bermanfaat. 

  • #OSA #OSAonline