Tampilkan postingan dengan label purung ta kadonga ratu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label purung ta kadonga ratu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 April 2019

Buletin OSA / Purung Ta Kadonga Ratu

Purung Ta Kadonga Ratu : Religiositas Penghayat Kepercayaan Marapu  Masyarakat Adat Anakalang

Masyarakat adat Anakalang merupakan entitas genealogis yang terhimpun dari duabelas kabisu, yaitu Kabisu Doku, Kabisu Gawi, Kabisu Sara, Kabisu Sawu, Kabisu Waikawolu, Kabisu Kabela Wuntu, Wailawa, Kabisu Matolang, Makata Keri, Taupopu Ana Mbura, Mata Regi Mata Woka dan kabisu Waikawolu Umbu Woma’dang. Dalam tatanan hukum adat, Masyarakat adat Anakalang berkembang  secara dinamis dan  teratur dimana para anggotanya terikat pada suatu garis keturunan yang sama dari suatu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah (keturunan) maupun secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat. 

Religiositas Marapu

Masyarakat Adat Anakalang sebagian besar masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya yaitu Marapu. Marapu adalah sistem keyakinan yang berdasarkan pemujaan kepada para arwah-arwah leluhur    ( ancestor worship). Selain memuja arwah leluhur, Masyarakat adat Anakalang percaya juga akan bermacam roh yang ada di alam sekitar tempat tinggal manusia, percaya bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya berjiwa dan berperasaan seperti manusia, dan percaya tentang adanya kekuatan gaib pada segala hal atau benda yang luar biasa. 

Untuk mengadakan hubungan dengan para arwah leluhur dan arwah-arwah lainnya, Masyarakat adat Anakalang  melakukan berbagai upacara keagamaan yang dipimpin oleh ratu (pendeta) dan didasarkan pada suatu kalender adat yang disebut Tanda Wulangu. Kalender adat itu tidak boleh diubah atau ditiadakan karena telah ditetapkan berdasarkan nuku-hara (hukum dan tata cara, adat istiadat) dari para leluhur. Bila diubah dianggap dapat menimbulkan kemarahan para leluhur dan akan berakibat buruk pada kehidupan manusia.

Hampir seluruh segi-segi kehidupan masyarakat adat Anakalang diliputi oleh rasa keagamaan. Bisa dikatakan agama Marapu sebagai inti dari kebudayaan mereka, sebagai sumber nilai-nilai dan pandangan hidup serta mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Karena itu tidak terlalu mudah mereka melepaskan keagamaannya untuk menjadi penganut agama lain. Walaupun dalam budaya Anakalang tidak dikenal tradisi literasi , oran Anakalang  mempunyai kesusasteraan suci yang hidup dalam ingatan para ahli atau pemuka-pemuka agama mereka. Kesusasteraan suci ini disebut Lii Marapu yang dituturkan atau diceriterakan pada upacara-upacara keagamaan diiringi nyanyian adat. Kesusasteraan suci dianggap bertuah dan dapat mendatangkan kemakmuran pada warga komunitas dan kesuburan bagi tanaman serta binatang ternak.

Menurut pandangan Masyarakat adat Anakalang, manusia merupakan bagian dari alam semesta yang tak terpisahkan. Hidup manusia harus selalu disesuaikan dengan irama gerak alam semesta dan selalu mengusahakan agar ketertiban hubungan antara manusia dengan alam tidak berubah. Selain itu manusia harus pula mengusahakan keseimbangan hubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib yang ada di setiap bagian alam semesta ini. Bila selalu memelihara hubungan baik atau kerja sama antara manusia dengan alam, maka keseimbangan dan ketertiban itu dapat dipertahankan. Hal tersebut berlaku pula antara manusia yang masih hidup dengan arwah-arwah dari manusia yang sudah mati. Manusia yang masih hidup mempunyai kewajiban untuk tetap dapat mengadakan hubungan dengan arwah-arwah leluhurnya. Mereka beranggapan bahwa para arwah leluhur itu selalu mengawasi dan menghukum keturunannya yang telah berani melanggar segala nuku — hara (hukum dan tata cara) sehingga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya terganggu. Untuk memulihkan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh perbuatan manusia terhadap alam sekitarnya dan mengadakan kontak dengan para arwah leluhurnya, maka manusia harus melaksanakan berbagai Ritual.

Purung Ta Kadonga Ratu

Sebagai Penghayat Kepercayaan Marapu, masyarakat adat Anakalang masih melestarikan adat istiadat leluhur, yaitu diantaranya ritual Purung Ta Kadonga Ratu. Purung Ta Kadonga Ratu adalah ritual adat 12 suku di Anakalang ( Sumba Tengah ) yang dilaksanakan setiap habis musim panen sebagai persembahan doa kepada leluhur atas berkat panen dan untuk permohonan kesejahteraan hidup masa mendatang. Ritual adat dilaksanakan di hamparan lembah sebelah timur kampung Lai Tarung yang oleh masyarakat setempat disebut Kadonga. 

Purung Ta Kadonga Ratu berarti Rato turun ke lembah untuk mempersembahkan doa kepada Marapu. Prosesi adat diawali oleh diturunkanya dua  tombak pusaka  yang dimilki oleh  suku Makatakeri  dan Suku Waikawolu. Tombak pusaka suku Makatakeri adalah Mehang Karaga sebagai Tombak Jantan dan tombak pusaka suku Waikawolu adalah Loda Pari sebagai tombak betina. Kedua suku pemangku tombak pusaka menjalankan ritual Harama yaitu tarian adat sebelum turun ke kadonga. Tarian ini bertujuan untuk membangkitkan semangat para rato dari dua belas suku yang akan turun ke kadonga. Sesudah tarian Harama, perlehatan di kadonga dimulai, suku Makatakeri dan suku Waikawolu saling memanggil dan mengolok untuk bertarung dengan menguji kekuatan pamor masing2 tombak pusaka yang dimiliki. Pertarugan dilakukan di tengah2 kadonga yang dinamakan Watu Paga Bage Nguloku Karangi Rara.   Pertarungan kedua tombak pusaka akan dilakuakan sebanyak delapan kali yang diawasi oleh rato dari suku  Doku dan suku Gawi. Dalam pertarungan tersebut, tombak yang menang adalah tombak yang tercepat dan terbanyak dianggkat ke langit dari delapan kali pertarungan.

Dalam adat dan kepercayaan masyarakat adat Anakalang apabila Tombak Loda Pari yang menang maka akan mendatangkan kesejahteraan berupa hasil panen yang berlimpah dan sebaliknya bila tombak Mehang Karaga yang menang maka musim yang akan datang akan mengalami masa paceklik.
Kearifan Lokal

Masyarakat adat Analakang yang masih memegang kultur budaya agraris yang kuat,menjalankankan ritual  Purung Ta Kadonga Ratu sebagai ritual adat permohonan kepada Tuhan agar sawah masyarakat subur dan panen berlimpah.Ritual ini merupakan budaya leluhur yang terus dilestarikan  dengan tetap melaksanakan kaidah yang telah di terapkan semenjak dahulu.

Ini merupakan Kearifan Lokal Masyarakat adat Anakalang dalam membangun harmonisasi perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan sesama, alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai  adat istiadat dan  petuah nenek moyang, yang terbangun secara alami dalam suatu masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan perkataan lain, kearifan lokal adalah nama lain dari budaya itu sendiri, yang merupakan sistem makna dan merupakan jalan hidup sebuah masyarakat dalam suatu wilayah.

Masyarakat adat Anakalang salah satu suku bangsa yang masih memegang teguh kearifan lokal sekaligus berperan penting dalam memberi arah yang mampu memfungsikan diri sebagai suku yang memiliki prinsip kebijakan dalam pemenuhan sistem kemasyarakatan.
Anda bisa mengunjungi link dibawah ini untuk melihat tradisi ini. 

https://youtu.be/qIWvYRuicE4

https://youtu.be/1G-i1KbiSs0
(sumber tulisan  : Samuel U. S.  Pekulimu) 

Senin, 26 Februari 2018

Buletin OSA | Purung Ta Kadonga Ratu : Religiositas Penghayat Kepercayaan Marapu Masyarakat Adat Anakalang

Purung Ta Kadonga Ratu : Religiositas Penghayat Kepercayaan Marapu  Masyarakat Adat Anakalang
.
SUDAH PUNAH
https://youtu.be/qIWvYRuicE4











Masyarakat adat Anakalang merupakan entitas genealogis yang terhimpun dari duabelas kabisu, yaitu Kabisu Doku, Kabisu Gawi, Kabisu Sara, Kabisu Sawu, Kabisu Waikawolu, Kabisu Kabela Wuntu, Wailawa, Kabisu Matolang, Makata Keri, Taupopu Ana Mbura, Mata Regi Mata Woka dan kabisu Waikawolu Umbu Woma’dang. Dalam tatanan hukum adat, Masyarakat adat Anakalang berkembang  secara dinamis dan  teratur dimana para anggotanya terikat pada suatu garis keturunan yang sama dari suatu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah (keturunan) maupun secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat. 

Religiositas Marapu

Masyarakat Adat Anakalang sebagian besar masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya yaitu Marapu. Marapu adalah sistem keyakinan yang berdasarkan pemujaan kepada para arwah-arwah leluhur    ( ancestor worship). Selain memuja arwah leluhur, Masyarakat adat Anakalang percaya juga akan bermacam roh yang ada di alam sekitar tempat tinggal manusia, percaya bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya berjiwa dan berperasaan seperti manusia, dan percaya tentang adanya kekuatan gaib pada segala hal atau benda yang luar biasa. 

Untuk mengadakan hubungan dengan para arwah leluhur dan arwah-arwah lainnya, Masyarakat adat Anakalang  melakukan berbagai upacara keagamaan yang dipimpin oleh ratu (pendeta) dan didasarkan pada suatu kalender adat yang disebut Tanda Wulangu. Kalender adat itu tidak boleh diubah atau ditiadakan karena telah ditetapkan berdasarkan nuku-hara (hukum dan tata cara, adat istiadat) dari para leluhur. Bila diubah dianggap dapat menimbulkan kemarahan para leluhur dan akan berakibat buruk pada kehidupan manusia.

Hampir seluruh segi-segi kehidupan masyarakat adat Anakalang diliputi oleh rasa keagamaan. Bisa dikatakan agama Marapu sebagai inti dari kebudayaan mereka, sebagai sumber nilai-nilai dan pandangan hidup serta mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Karena itu tidak terlalu mudah mereka melepaskan keagamaannya untuk menjadi penganut agama lain. Walaupun dalam budaya Anakalang tidak dikenal tradisi literasi , oran Anakalang  mempunyai kesusasteraan suci yang hidup dalam ingatan para ahli atau pemuka-pemuka agama mereka. Kesusasteraan suci ini disebut Lii Marapu yang dituturkan atau diceriterakan pada upacara-upacara keagamaan diiringi nyanyian adat. Kesusasteraan suci dianggap bertuah dan dapat mendatangkan kemakmuran pada warga komunitas dan kesuburan bagi tanaman serta binatang ternak.

Menurut pandangan Masyarakat adat Anakalang, manusia merupakan bagian dari alam semesta yang tak terpisahkan. Hidup manusia harus selalu disesuaikan dengan irama gerak alam semesta dan selalu mengusahakan agar ketertiban hubungan antara manusia dengan alam tidak berubah. Selain itu manusia harus pula mengusahakan keseimbangan hubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib yang ada di setiap bagian alam semesta ini. Bila selalu memelihara hubungan baik atau kerja sama antara manusia dengan alam, maka keseimbangan dan ketertiban itu dapat dipertahankan. Hal tersebut berlaku pula antara manusia yang masih hidup dengan arwah-arwah dari manusia yang sudah mati. Manusia yang masih hidup mempunyai kewajiban untuk tetap dapat mengadakan hubungan dengan arwah-arwah leluhurnya. Mereka beranggapan bahwa para arwah leluhur itu selalu mengawasi dan menghukum keturunannya yang telah berani melanggar segala nuku — hara (hukum dan tata cara) sehingga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya terganggu. Untuk memulihkan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh perbuatan manusia terhadap alam sekitarnya dan mengadakan kontak dengan para arwah leluhurnya, maka manusia harus melaksanakan berbagai Ritual.

Purung Ta Kadonga Ratu

Sebagai Penghayat Kepercayaan Marapu, masyarakat adat Anakalang masih melestarikan adat istiadat leluhur, yaitu diantaranya ritual Purung Ta Kadonga Ratu. Purung Ta Kadonga Ratu adalah ritual adat 12 suku di Anakalang ( Sumba Tengah ) yang dilaksanakan setiap habis musim panen sebagai persembahan doa kepada leluhur atas berkat panen dan untuk permohonan kesejahteraan hidup masa mendatang. Ritual adat dilaksanakan di hamparan lembah sebelah timur kampung Lai Tarung yang oleh masyarakat setempat disebut Kadonga. 

Purung Ta Kadonga Ratu berarti Rato turun ke lembah untuk mempersembahkan doa kepada Marapu. Prosesi adat diawali oleh diturunkanya dua  tombak pusaka  yang dimilki oleh  suku Makatakeri  dan Suku Waikawolu. Tombak pusaka suku Makatakeri adalah Mehang Karaga sebagai Tombak Jantan dan tombak pusaka suku Waikawolu adalah Loda Pari sebagai tombak betina. Kedua suku pemangku tombak pusaka menjalankan ritual Harama yaitu tarian adat sebelum turun ke kadonga. Tarian ini bertujuan untuk membangkitkan semangat para rato dari dua belas suku yang akan turun ke kadonga. Sesudah tarian Harama, perlehatan di kadonga dimulai, suku Makatakeri dan suku Waikawolu saling memanggil dan mengolok untuk bertarung dengan menguji kekuatan pamor masing2 tombak pusaka yang dimiliki. Pertarugan dilakukan di tengah2 kadonga yang dinamakan Watu Paga Bage Nguloku Karangi Rara.   Pertarungan kedua tombak pusaka akan dilakuakan sebanyak delapan kali yang diawasi oleh rato dari suku  Doku dan suku Gawi. Dalam pertarungan tersebut, tombak yang menang adalah tombak yang tercepat dan terbanyak dianggkat ke langit dari delapan kali pertarungan.

Dalam adat dan kepercayaan masyarakat adat Anakalang apabila Tombak Loda Pari yang menang maka akan mendatangkan kesejahteraan berupa hasil panen yang berlimpah dan sebaliknya bila tombak Mehang Karaga yang menang maka musim yang akan datang akan mengalami masa paceklik.
Kearifan Lokal

Masyarakat adat Analakang yang masih memegang kultur budaya agraris yang kuat,menjalankankan ritual  Purung Ta Kadonga Ratu sebagai ritual adat permohonan kepada Tuhan agar sawah masyarakat subur dan panen berlimpah.Ritual ini merupakan budaya leluhur yang terus dilestarikan  dengan tetap melaksanakan kaidah yang telah di terapkan semenjak dahulu.

Ini merupakan Kearifan Lokal Masyarakat adat Anakalang dalam membangun harmonisasi perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan sesama, alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai  adat istiadat dan  petuah nenek moyang, yang terbangun secara alami dalam suatu masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan perkataan lain, kearifan lokal adalah nama lain dari budaya itu sendiri, yang merupakan sistem makna dan merupakan jalan hidup sebuah masyarakat dalam suatu wilayah.

Masyarakat adat Anakalang salah satu suku bangsa yang masih memegang teguh kearifan lokal sekaligus berperan penting dalam memberi arah yang mampu memfungsikan diri sebagai suku yang memiliki prinsip kebijakan dalam pemenuhan sistem kemasyarakatan.
Anda bisa mengunjungi link dibawah ini untuk melihat tradisi ini. 

https://youtu.be/qIWvYRuicE4

https://youtu.be/1G-i1KbiSs0
(sumber : Samuel U. S.  Pekulimu)